Rakyat Pemegang Kekuasaan


(Sebuah pembicaraan ringan dari seorang mahasiswa yang masih belajar)

Dua ribu sembilan belas, Sebuah tahun yang sangat sulit dipisahkan dari hal-hal berbau politik, menjadikan 2019 dirasa sebagai tahun yang sangat hangat, hangat dengan polemik-polemik politik. Kesadaran rakyat untuk berpartisipasi dalam bidang politik mulai terlihat, salah satunya dengan sikap mereka yang tumbuh dari yang tadinya 'iya-iya saja' menjadi mulai banyak bertanya dan berkomentar mengenai 'apa' dan 'bagaimana' kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah agar negara ini menjadi lebih baik, atau bahkan sampai pada menanyakan 'siapakah' yang lebih pantas yang seharusnya memegang peran nakhoda dalam menentukan arah bahtera republik ini. Oke, rakyat indonesia (mungkin) memang sedang berpesta demokrasi. Namun, Jika sudah sampai pada tahap menanyakan 'siapa yang paling pantas' untuk menduduki kursi kepemimpinan, maka saya rasa rakyat perlu waspada dan berhati-hati. Karena yang saya amati adalah catatan program kebijaksanaan yang diajukan dari satu kubu partai DIPERSEMPIT menjadi sebuah penilaian yang membuat rakyat pro dengan satu kubu dan anti dengan kubu yang lain. Memihak pada satu elit politik dan membenci elit politik yang lain. Dan tanpa disadari, berkembanglah penilaian yang sebatas pada hitam dan putih saja, menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk. Sangat dikotomis.

Saya rasa, rakyat perlu menjaga jarak agar tidak terseret terlalu jauh oleh permainan politik seperti ini sehingga tidak mudah digerakkan dengan suka rela demi kepentingan kelompok politik itu saja. walaupun ada kepentingan 'mewakili', hal itu tidak bersifat abadi, tapi sementara, hanya berusia lima tahun. sehingga tidaklah perlu sampai menilai dengan 'saklek' seperti siapa yang baik dan siapa yang buruk. Terlebih jika menaruh kebencian dan sampai menimbulkan perpecahan. Sangat tidak ellegan. Kecuali jika perbedaan opini nya sampai pada hal mendasar yang bersifat ideologis, baru deh  harus benar-benar jelas dalam menilai dan tegas dalam menanggapinya. Namun, untuk permasalahan politik yang terjadi sekarang sepertinya tidak sampai pada hal se- mendasar itu. Jadi, selow aja, ideologi kita masih akan tetap pancasila.

Saya menyampaikan seperti ini bukan bermaksud mengajak pada sikap apolitis atau bersikap 'bodo amat' mengenai (latar belakang) siapa yang akan memimpin negeri ini, tapi justru mengajak agar rakyat lebih cerdas dan lebih dewasa dalam bernalar politik. Kenapa? Karena pada dasarnya, keaktifan rakyat bukan melulu tentang memihak pada salah satu elit politik dan menyingkirkan yang lain. Menyukai salah satu dan membenci yang lain. Namun pada titik di mana terjadi persaingan politik yang sangat menegangkan ini lah, peran rakyat yang dibutuhkan adalah menjadi 'penengah' yang baik dan bijak terutama bagi kontestasi panas yang terjadi. Menjadi pressure group yang MEMENGARUHI partai politik, bukan malah sebaliknya. Diulang, suara rakyatlah yang seharusnya 'memengaruhi' alur pemikiran kebijakan dan program partai politik, bukan partai politik yang memengaruhi pemikiran rakyat. Disaat seperti inilah aspirasi rakyat dapat benar2 tersalurkan dan rakyat dikatakan telah aktif berdemokrasi, Bukankah esensi demokrasi adalah mendudukkan rakyat di puncak kekuasaan?

Mungkin memang tidak semua rakyat indonesia memiliki kemampuan yang baik mengenai politik, tapi jika tidak dilatih, dan dibiarkan begitu saja terus menerus, maka mau sampai kapan mereka pasif tapi seolah-olah aktif dan berpeluang dibodohi oleh orang2 yang (mungkin) tidak bertanggungjawab. Berpikir asalkan 'yang penting besok bisa makan'. Tidak sampai pada tentang apa yang terjadi 2/3 tahun kemudian. Bukankah nanti jika terjadi 'apa-apa' yang merasakan penderitaannya adalah rakyat?
Oleh sebab itu, mulai sekarang, marilah bertanya mengenai mau dibawa kemana negara ini? Apa saja hal-hal yang harus diperbaiki, ditingkatkan, atau bahkan diciptakan? Apa skala prioritasnya? Bagaimana langkah-langkahnya? Dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebutlah yang menjadi tolak ukur penilaian yang seharusnya lebih banyak dibahas, dibanding dengan artikel-artikel dan video-video berisi 'sekedar' tumpukan orasi suatu partai tanpa membawa rakyat bernalar lebih jauh, mengenai apa sebenarnya hakikat 'jati dirinya' sebagai WARGANEGARA yang benar-benar 'peduli' dan 'berperan' untuk kemajuan negara tercinta, Indonesia.

Penulis: Hanin Nur Farohah Lu'yan
Prodi: HES 1B Fakultas syariah dan hukum. UNSIQ
Motto: Dream. Work. Inspire.

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Jika Perempuan Ber I'tikaf? | Muhafaz.com

Do'a pagi Nabi SAW - Muhafaz

Jendela Santri Part 3 | Cerpen Santri